1.1 Latar Belakang
Perubahan
persepsi adalah ketidakmampuan manusia dalam membedakan antara rangsang yang
timbul dari sumber internal seperti pikiran, perasaan, sensasi somatic dengan
impuls dan stimulus eksternal. Dengan maksud
bahwa manusia masih mempunyai kemampuan dalam Membandingkan mana yang
merupakan respon dari dirinya.
Halusinasi
merupakan respon persepsi paling maladapatif. Jika klien sehat, persepsinya
akurat, mampu mengidentifikasi dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan
informasi yang diterima melalui panca indra (pendengaran, penglihatan,
penghidupan, pengecapan, dan perabaan), sedangkan klien dengan halusinasi
mempersepsikan suatu stimulus pasca indra walaupun sebenarnya stimulus itu
tidak ada.
Halusinasi
adalah pencerapan tanda adanya rangsang apapun pada panca indera seorang
pasien, yang terjadi dalam keadaan sadar atau bangun, dasarnya mungkin organik,
fungsional, psikotik, ataupun histerik. (Maramis, 2005).
Salah
satu penyebab seseorang mengalami gangguan jiwa karena adanya stress
psikososial. Pelayanan perawatan kesehatan jiwa bukan hanya di tunjukan kepada
klien dengan gangguan jiwa tetapi juga dapat ditujukan kepada semua orang dan
lapisan masyarakat agar tercapai sehat mental dan hidup secara produktif.
1.2
Tujuan Umum
Memperoleh gambaran
tentang penerapan asuhan keperawatan pada pasien gangguan jiwa dengan masalah
utama halusinasi
1.3
Tujuan Khusus
Mengetahui dan
membandingkan gejala-gejala awal yang terpenting, penanganan dan asuhan
keperawatan pada pasien yang mengalami gangguan jiwa dengan masalah utama
halusinasi.
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Pengertian
Varcarolis mendefinisikan halusinasi
sebagai terganggunya persepsi sensori seseorang, dimana tidak terdapat simulus
(Yosep, 2009). Menurut Stuart dan Sundeen's (2004) mendefinisikan halusinasi
sebagai “hallucinations are defined as
false sensory impressions or experiences”. Arti dari kalimat di atas,
Stuart dan Sundeen’s mendefinisikan halusinasi sebagai bayangan palsu atau
pengalaman indera.
Halusinasi ialah pencerapan tanpa
adanya rangsang apapun pada panca indera seorang pasien, yang terjadi dalam
kehidupan sadar atau bangun, dasarnya mungkin organik, fungsional, psikopatik
ataupun histerik (Maramis, 2005). Kemudian Sunaryo (2004) menjelaskan bahwa
halusinasi merupakan bentuk kesalahan pengamatan tanpa pengamatan objektivitas
penginderaan dan tidak disertai stimulus fisik yang adekuat.
B.
Klasifikasi
Pada klien dengan
gangguan jiwa ada beberapa jenis halusinasi dengan karakteristik tertentu,
diantaranya:
1. Halusinasi dengar (akustik, auditorik),
pasien itu mendengar suara yang membicarakan, mengejek, menertawakan, atau
mengancam padahal tidak ada suara di sekitarnya.
2.
Halusinasi lihat (visual), pasien itu
melihat pemandangan orang, binatang atau sesuatu yang tidak ada.
3. Halusinasi bau / hirup (olfaktori).
Halusinasi ini jarang di dapatkan. Pasien yang mengalami mengatakan mencium
bau-bauan seperti bau bunga, bau kemenyan, bau mayat, yang tidak ada sumbernya.
4. Halusinasi kecap (gustatorik). Biasanya
terjadi bersamaan dengan halusinasi bau / hirup. Pasien itu merasa (mengecap)
suatu rasa di mulutnya.
5. Halusinasi singgungan (taktil,
kinaestatik). Individu yang bersangkutan merasa ada seseorang yang meraba atau
memukul. Bila rabaab ini merupakan rangsangan seksual halusinasi ini disebut
halusinasi heptik.
C.
Etiologi
Menurut Mary Durant
Thomas (1991), Halusinasi dapat terjadi pada klien dengan gangguan jiwa seperti
skizoprenia, depresi atau keadaan delirium, demensia dan kondisi yang
berhubungan dengan penggunaan alkohol dan substansi lainnya. Halusinasi adapat
juga terjadi dengan epilepsi, kondisi infeksi sistemik dengan gangguan
metabolik. Halusinasi juga dapat dialami sebagai efek samping dari berbagai
pengobatan yang meliputi anti depresi, anti kolinergik, anti inflamasi dan
antibiotik, sedangkan obat-obatan halusinogenik dapat membuat terjadinya
halusinasi sama seperti pemberian obat diatas. Halusinasi dapat juga terjadi
pada saat keadaan individu normal yaitu pada individu yang mengalami isolasi,
perubahan sensorik seperti kebutaan, kurangnya pendengaran atau adanya
permasalahan pada pembicaraan. Penyebab halusinasi pendengaran secara spesifik
tidak diketahui namun banyak faktor yang mempengaruhinya seperti faktor
biologis , psikologis , sosial budaya,dan stressor pencetusnya adalah stress
lingkungan , biologis , pemicu masalah sumber-sumber koping dan mekanisme
koping.
D.
Proses
Terjadinya Halusinasi
Halusinasi pendengaran
merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan persepsi pada klien dengan
gangguan jiwa (schizoprenia). Bentuk halusinasi ini bisa berupa suara – suara
bising atau mendengung. Tetapi paling sering berupa kata – kata yang tersusun
dalam bentuk kalimat yang mempengaruhi tingkah laku klien, sehingga klien
menghasilkan respons tertentu seperti : bicara sendiri, bertengkar atau respons
lain yang membahayakan. Bisa juga klien bersikap mendengarkan suara halusinasi
tersebut dengan mendengarkan penuh perhatian pada orang lain yang tidak bicara
atau pada benda mati.
Halusinasi pendengaran
merupakan suatu tanda mayor dari gangguan schizoprenia dan satu syarat
diagnostik minor untuk metankolia involusi, psikosa mania depresif dan syndroma
otak organik.
E.
Psikopatologi
Psikopatologi dari
halusinasi yang pasti belum diketahui. Banyak teori yang diajukan yang
menekankan pentingnya faktor-faktor psikologik, fisiologik dan lain-lain. Ada
yang mengatakan bahwa dalam keadaan terjaga yang normal otak dibombardir oleh
aliran stimulus yang yang datang dari dalam tubuh ataupun dari luar tubuh.
Input ini akan menginhibisi persepsi yang lebih dari munculnya ke alam
sadar.Bila input ini dilemahkan atau tidak ada sama sekali seperti yang kita
jumpai pada keadaan normal atau patologis, maka materi-materi yang ada dalam
unconsicisus atau preconscious bisa dilepaskan dalam bentuk halusinasi.
Pendapat lain
mengatakan bahwa halusinasi dimulai dengan adanya keinginan yang direpresi ke unconsicious
dan kemudian karena sudah retaknya kepribadian dan rusaknya daya menilai
realitas maka keinginan tadi diproyeksikan keluar dalam bentuk stimulus
eksterna.
F.
Tanda
dan Gejala
Pasien dengan
halusinasi cenderung menarik diri, sering di dapatkan duduk terpaku dengan
pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum atau bicara sendiri, secara
tiba-tiba marah atau menyerang orang lain, gelisah, melakukan gerakan seperti
sedang menikmati sesuatu. Juga keterangan dari pasien sendiri tentang
halusinasi yang di alaminya (apa yang di lihat, di dengar atau di rasakan).
G.
Faktor-Faktor
Penyebab Halusinasi
1.
Faktor predisposisi.
Adalah faktor resiko
yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu
untuk mengatasi stress. Diperoleh baik dari pasien maupun keluarganya, mengenai
factor perkembangan sosial kultural, biokimia, psikologis dan genetik yaitu
factor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan
oleh individu untuk mengatasi stress.
a.
Faktor Perkembangan
Jika
tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan interpersonal terganggu maka
individu akan mengalami stress dan kecemasan.
b.
Faktor Sosiokultural
Berbagai
faktor dimasyarakat dapat menyebabkan seorang merasa disingkirkan oleh kesepian
terhadap lingkungan tempat klien di besarkan.
c.
Faktor Biokimia
Mempunyai
pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Dengan adanya stress yang
berlebihan dialami seseorang maka didalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang
dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti Buffofenon dan Dimetytranferase
(DMP).
d.
Faktor Psikologis
Hubungan
interpersonal yang tidak harmonis serta adanya peran ganda yang bertentangan
dan sering diterima oleh anak akan mengakibatkan stress dan kecemasan yang
tinggi dan berakhir dengan gangguan orientasi realitas.
e. Faktor
genetik
Gen apa yang berpengaruh dalam skizoprenia belum
diketahui, tetapi hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan
hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
2.
Faktor Presipitasi
Yaitu stimulus yang dipersepsikan
oleh individu sebagai tantangan, ancaman /tuntutan yang memerlukan energi
ekstra untuk koping. Adanya rangsang lingkungan yang sering yaitu seperti
partisipasi klien dalam kelompok, terlalu lama diajak komunikasi, objek yang
ada dilingkungan juga suasana sepi / isolasi adalah sering sebagai pencetus
terjadinya halusinasi karena hal tersebut dapat meningkatkan stress dan
kecemasan yang merangsang tubuh mengeluarkan zat halusinogenik.
3.
Perilaku
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, perasaan tidak aman, gelisah dan bingung, prilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak dapat membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Menurut Rawlins dan Heacock, 1993 mencoba memecahkan masalah halusinasi berlandaskan atas hakekat keberadaan seorang individu sebagai mahkluk yang dibangun atas dasar unsur-unsur bio-psiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat dari dimensi yaitu :
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, perasaan tidak aman, gelisah dan bingung, prilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak dapat membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Menurut Rawlins dan Heacock, 1993 mencoba memecahkan masalah halusinasi berlandaskan atas hakekat keberadaan seorang individu sebagai mahkluk yang dibangun atas dasar unsur-unsur bio-psiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat dari dimensi yaitu :
a.
Dimensi Fisik
Manusia dibangun oleh
sistem indera untuk menanggapi rangsang eksternal yang diberikan oleh
lingkungannya. Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti
kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium,
intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.
b.
Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang
berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi merupakan penyebab
halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan
menakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga dengan
kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
c.
Dimensi Intelektual
Dalam dimensi
intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan halusinasi akan
memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan
usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun merupakan suatu
hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien
dan tak jarang akan mengontrol semua prilaku klien.
d.
Dimensi Sosial
Dimensi sosial pada
individu dengan halusinasi menunjukkan adanya kecenderungan untuk menyendiri.
Individu asyik dengan halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk
memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang
tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan sistem control
oleh individu tersebut, sehingga jika perintah halusinasi berupa ancaman,
dirinya atau orang lain individu cenderung untuk itu. Oleh karena itu, aspek
penting dalam melaksanakan intervensi keperawatan klien dengan mengupayakan
suatu proses interaksi yang menimbulkan pengalaman interpersonal yang
memuaskan, serta mengusakan klien tidak menyendiri sehingga klien selalu
berinteraksi dengan lingkungannya dan halusinasi tidak berlangsung.
e.
Dimensi Spiritual
Manusia diciptakan
Tuhan sebagai makhluk sosial, sehingga interaksi dengan manusia lainnya
merupakan kebutuhan yang mendasar. Pada individu tersebut cenderung menyendiri
hingga proses diatas tidak terjadi, individu tidak sadar dengan keberadaannya
dan halusinasi menjadi sistem kontrol dalam individu tersebut. Saat halusinasi
menguasai dirinya individu kehilangan kontrol kehidupan dirinya.
4.
Sumber Koping
Suatu evaluasi terhadap
pilihan koping dan strategi seseorang. Individu dapat mengatasi stress dan
anxietas dengan menggunakan sumber koping dilingkungan. Sumber koping tersebut
sebagai modal untuk menyelesaikan masalah, dukungan sosial dan keyakinan
budaya, dapat membantu seseorang mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan
stress dan mengadopsi strategi koping yang berhasil.
5.
Mekanisme Koping
Tiap upaya yang
diarahkan pada pelaksanaan stress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung
dan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri.
H.
Tahapan
Halusinasi, Karakteristik Dan Perilaku Yang Ditampilkan
Tahap
I
a.
Memberi rasa nyaman tingkat ansietas sedang
secara umum, halusinasi merupakan suatu kesenangan.
b.
Mengalami ansietas, kesepian, rasa
bersalah dan ketakutan.
c.
Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat
menghilangkan ansietas
d.
Fikiran dan pengalaman sensori masih ada
dalam kontol kesadaran, nonpsikotik.
e.
Tersenyum, tertawa sendiri
f.
Menggerakkan bibir tanpa suara
g.
Pergerakkan mata yang cepat
h.
Respon verbal yang lambat
i.
Diam dan berkonsentrasi
Tahap
II
a.
Menyalahkan
b.
Tingkat kecemasan berat secara umum
halusinasi menyebabkan perasaan antipati
c.
Pengalaman sensori menakutkan
d.
Merasa dilecehkan oleh pengalaman sensori
tersebut
e.
Mulai merasa kehilangan kontrol
f.
Menarik diri dari orang lain non psikotik
g.
Terjadi peningkatan denyut jantung, pernafasan
dan tekanan darah
h.
Perhatian dengan lingkungan berkurang
i.
Konsentrasi terhadap pengalaman sensori kerja
j.
Kehilangan kemampuan membedakan halusinasi
dengan realitas
Tahap III
a.
Mengontrol
b.
Tingkat kecemasan berat
c.
Pengalaman halusinasi tidak dapat ditolak lagi
d.
Klien menyerah dan menerima pengalaman sensori
(halusinasi)
e.
Isi halusinasi menjadi atraktif
f.
Kesepian bila pengalaman sensori berakhir
psikotik
g.
Perintah halusinasi ditaati
h.
Sulit berhubungan dengan orang lain
i.
Perhatian terhadap lingkungan berkurang hanya
beberapa detik
j.
Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat,
tremor dan berkeringat
Tahap IV
Tahap IV
a.
Klien sudah dikuasai oleh halusinasi
b.
Klien
panik
Pengalaman sensori mungkin menakutkan jika individu
tidak mengikuti perintah halusinasi, bisa berlangsung dalam beberapa jam atau
hari apabila tidak ada intervensi terapeutik.
c.
Perilaku panik
d.
Resiko tinggi mencederai
e.
Agitasi atau kataton
f.
Tidak mampu berespon terhadap lingkungan
I.
Asuhan
Keperawatan
Pengkajian merupakan tahapan awal
dan dasar utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas
pengumpulan data meliputi data biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Data
pada pengkajian kesehatan jiwa dapat dikelompokkan menjadi faktor predisposisi,
faktor presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping dan kemampuan
koping yang dimiliki klien.
Berbagai aspek pengkajian sesuai
dengan pedoman pengkajian umum, pada formulir pengkajian proses keperawatan.
Pengkajian meliputi beberapa faktor antara lain :
1.
Identitas klien dan penanggung yang perlu dikaji
yaitu: nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, status, pendidikan, pekerjaan,
dan alamat.
2.
Alasan masuk rumah sakit
Umumnya klien halusinasi di bawa ke
rumah sakit karena keluarga merasa tidak mampu menawat, terganggu karena
perilaku klien dan hal lain, gejala yang dinampakkan di rumah sehingga klien
dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan.
3.
Faktor
Predisposisi
4.
Pemeriksaan Fisik
Yang dikaji adalah tanda‑tanda vital (suhu, nadi.
pernafasan dan tekanan darah), berat badan, tinggi badan serta keluhan fisik
yang dirasakan klien.
5.
Psikososial
Yang dikaji adalah genogram, konsep diri ( citra
tubuh, identitas, peran, ideal diri, harga diri), hibingan social (orang
terdekat, peran serta dalam kelompok/ masyarakat, hambatan dalam berhubungan
dengan orang lain) dan spiritual (nilai keyakinan dan kegiatan ibadah)
6.
Status Mental
Pengkajian pada status mental meliputi :
a. Penampilan :
tidak rapi, tidak serasi dan cara berpakaian.
b. Pembicaraan:
terorganisir atau berbelit‑belit.
c. Aktivitas
motorik: meningkat atau menurun.
d. Alam
perasaan suasana hati dan emosi.
e. Afek: sesuai
atau maladaptif seperti tumpul, datar, dan ambivlen.
f. Interaksi
selama wawancara: respon verbal dan nonverbal.
g. Persepsi :
ketidakmampuan menginterpretasikan stimulus yang ada sesuai dengan informasi.
h. Proses pikir
: proses informasi yang diterima tidak berfungsi dengan baik dan dapat
mempengaruhi , proses pikir.
i. Isi pikir:
berisikan keyakinan berdasarkan penilaian realistis.
j. Tingkat
kesadaran: orientasi waktu, tempat dan orang.
k. Memori
·
Memori jangka panjang : mengingat peristiwa setelah
lebih setahun berlalu.
·
Memori jangka pendek : mengingat peristiwa seminggu
yang lalu dan pada saat dikaji.
l. Kemampuan
konsentrasi dan berhitung : kemampuan menyelesaikan tugas dan berhitung
sederhana.
m. Kemampuan
penilaian : apakah terdapat ringan sampai berat.
n. Daya tilik
diri : kemampuan dalam mengambil keputusan tentang diri. Kebutuhan persiapan
pulang : yaitu pola aktifitas sehari‑hari termasuk makan dan minum, BAB dan
BAK, istirahat tidur, perawatan diri, pengobatan dan pemeliharaan kesehatan
serta aktifitas dalam dan luar ruangan.
Rencana
Tindakan Keperawatan Pada Klien Halusinasi
1. Klien
a.
Tujuan
Klien mampu : mengenali halusinasi
yang dialaminya, mengontrol halusinasinya, dan mengikuti program pengobatan
secara optimal.
b.
Kriteria
evaluasi
·
SP.
1
Klien dapat menyebutkan isi, waktu,
frekuensi, situasi pencetus, perasaan dan mampu memperagakan cara mengontrol
halusinasi dengan cara menghardik.
·
SP.
2
Klien dapat menyebutkan kegiatan
yang sudah dilakukan dan mampu memperagakan cara bercakap-cakap dengan orang
lain.
·
SP.
3
Klien mampu menyebutkan kegiatan
yang sudah dilakukan dan mampu membuat jadwal kegiatan sehari-hari serta mampu
memperagakannya.
·
SP.
4
Klien mampu menyebutkan kegiatan apa
saja yang sudah dilakukan dan mampu menyebutkan manfaat dari program
pengobatan.
c.
Intervensi
SP. 1
1) Bantu klien mengenal halusinasinya :
·
Isi;
·
Waktu
terjadinya;
·
Frekuensi;
·
Situasi
pencetus;
·
Perasaan
saat terjadi halusinasi.
2) Latih mengontrol halusinasi dengan
cara menghardik halusinasi, tahapan tindakannya meliputi :
·
Jelaskan
cara menghardik halusinasi;
·
Peragakan
cara menghardik;
·
Minta
klien memperagakan ulang;
·
Pantau
penerapan cara ini, beri penguatan perilaku klien;
·
Masukkan
dalam jadwal kegiatan sehari-hari.
SP. 2 P
1)
Evaluasi
kegiatan yang lalu (SP. 1 P);
2)
Latih
berbicara atau bercakap-cakap dengan orang lain saat halusinasi muncul;
3)
Masukkan
dalam jadwal kegiatan klien.
SP. 3 Pasien
1)
Evaluasi
kegiatan yang lalu (SP. 1 P dan SP. 2 P);
2)
Latih
melakukan kegiatan terjadual agar halusinasi tidak muncul, tahapannya :
·
Jelaskan
pentingnya aktivitas yang teratur untuk mengatasi halusinasi;
·
Diskusikan
akitvitas yang biasa dilakukan klien
·
Latih
klien melakukan aktivitas;
·
Susun
jadwal aktivitas yang telah dilatih dari bangun pagi sampai tidur malam;
·
Pantau
pelaksanaan jadwal kegiatan, berikan pujian terhadap perilaku klien yang
positif.
3)
Masukkan
dalam jadwal kegiatan klien.
SP. 4 Pasien
1)
Evaluasi
kegiatan yang lalu (SP. 1 P, SP. 2 P, dan SP. 3 P);
2)
Tanyakan
program pengobatan;
3)
Jelaskan
pentingnya penggunaan obat pada penderita gangguan jiwa;
4)
Jelasakn
akibat bila tidak digunakan sesuai program
5)
Jelaskan
akibat bila putus obat;
6)
Jelaskan
cara mendapatkan obat;
7)
Jelaskan
pengobatan (5B);
8)
Latih
klien minum obat;
9)
Masukkan
dalam jadwal kegiatan harian klien.
2. Keluarga
a.
Tujuan
Keluarga mampu merawat klien dengan
halusinasi di rumah dan menjadi sistem pendukung yang efektif bagi klien.
b.
Kriteria
evaluasi
1)
SP.
1
Keluarga mampu menjelaskan tentang
halusinasi.
2)
SP.
2
Keluarga mampu menyebutkan kegiatan
yang sudah dilakukan dan mampu memperagakan cara merawat klien serta mampu
membuat jadwal keluarga.
3)
SP.
3
Keluarga mampu menyebutkan kegiatan
yang sudah dilakukan dan mampu melaksanakan follow
up rujukan.
c.
Intervensi
SP.1 K
1) Identifikasi masalah yang dirasakan
dalam merawat kllien;
2) Jelaskan tentang :
·
Pengetahuan
tentang halusinasi;
·
Jenis
halusinasi yang dialami klien;
·
Tanda
dan gejala halusinasi;
·
Cara
merawat klien halusinasi (cara
berkomunikasi, pemberian obat, dan pemberian akifitas kepada klien).
3) Sumber-sumber pelayanan kesehatan
yang bisa dijangkau;
4) Bermain peran cara merawat klien ;
5) Rencana tindak lanjut keluarga dan
jadwal keluarga untuk merawat klien.
SP. 2 K
1) Evaluasi kegiatan yang lalu (SP. 1
K);
2) Latih keluarga merawat klien;
3) Susun jadwal keluarga untuk merawat
klien.
SP. 3 K
1) Evaluasi kemampuan keluarga;
2) Evaluasi kemampuan klien;
3) Rencanakan follow up secara berkala.
Demikian artikel mengenai Asuhan Keperawatan Jiwa pada Klien dengan Gangguan Sensori Persepsi Halusinasi, semoga artikel ini dapat bermanfaat dan memberikan wawasan baru dalam memberikan asuhan keperawatan jiwa. Tidak lupa penulis mengajak para pengunjung nursipedia untuk berdiskusi di kolom komentar serta Jangan lupa untuk like dan kunjungi fan page kami di Blog Keperawatan untuk mendapatkan info seputar keperawatan.
0 Response to "Asuhan Keperawatan Jiwa pada Klien dengan Gangguan Sensori Persepsi Halusinasi"
Posting Komentar