BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Penyakit Jantung
Koroner (PJK) atau penyakit kardiovaskular saat ini merupakan salah satu penyebab utama dan pertama
kematian di negara maju dan berkembang, termasuk Indonesia. Pada tahun 2010,
secara global penyakit ini telah menjadi
penyebab kematian pertama di negara berkembang, menggantikan kematian akibat
infeksi. Diperkirakan bahwa diseluruh dunia, PJK pada tahun 2020 menjadi
pembunuh pertama tersering yakni sebesar 36% dari seluruh kematian, angka ini dua
kali lebih tinggi dari angka kematian akibat kanker. Di Indonesia dilaporkan
PJK yang dikelompokkan menjadi penyakit sistem vaskuler merupakan penyebab
utama dan pertama dari seluruh kematian, yakni sebesar 26,4%, angka ini empat
kali lebih tinggi dari angka kematian yang disebabkan oleh kanker (6%). Dengan
kata lain, lebih kurang satu diantara empat orang yang meninggal di Indonesia
adalah akibat PJK. Berbagai faktor risiko mempunyai peran penting timbulnya PJK
mulai dari aspek metabolik, hemostasis, imunologi, infeksi, dan banyak faktor
lain yang saling terkait.
Perkembangan
terkini memperlihatkan, penyakit kardiovaskular telah menjadi suatu epidemi
global yang tidak membedakan pria maupun wanita, serta tidak mengenal batas
geografis dan sosio-ekonomis. Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah salah satu
manifestasi klinis Penyakit Jantung Koroner (PJK) yang utama dan paling sering mengakibatkan
kematian. SKA menyebabkan angka perawatan rumah sakit yang sangat besar dalam
tahun 2012 di Pusat Jantung Nasional dan merupakan masalah utama saat ini. SKA, merupakan PJK yang progresif dan pada
perjalanan penyakitnya, sering terjadi perubahan secara tiba-tiba dari keadaan
stabil menjadi keadaan tidak stabil atau akut.
Sedangkan
pengidap penyakit sindrom koroner akut di Sukabumi terutama Rumah Sakit R, Symsudin Sh pada tahun 2012
menunjukan jumlah 10 angka kejadian dari bulan januari sampai dengan bulan
desember dan pada januari-mei 2013 sebanyak 5 angka kejadian.
Berbagai
pedoman dan standar terapi telah dibuat untuk
penatalaksanaan penderita SKA. Agar
standar dan strategi pengobatan serta penatalaksanaan pasien SKA
berlangsung secara optimal, efektif dan
efisien sesuai dengan pedoman atau standar terapi yang telah ditetapkan, maka
perlu adanya suatu sistem dan/atau
mekanisme yang secara terus menerus memonitor dan memantau terapi obat yang
diterima pasien. Hal tersebut di atas menunjukkan, penatalaksanaan PJK
memerlukan suatu pendekatan yang holistik, baik dalam upaya pencegahan maupun
pengobatan. Serta pelayanan yang terpadu dan berkelanjutan antara sistem dan
atau subsistem pelayan yang terdapat disuatu rumah sakit seperti aspek
Pelayanan.
1.2.
Tujuan
1.2.1.
Umum
Meningkatkan mutu atau kualitas
pelayanan pengobatan atau kesehatan pasien penyakit jantung koroner
umumnya dan SKA khususnya dalam rangka
meningkatkan kepuasan pasien sebagai penerima jasa pelayanan pengobatan atau
kesehatan yang dilaksanakan secara profesional dan mengetahui asuhan keperawtan pada pasien dengan SKA di
RSUD. R Symsudin Sh
1.2.2.
Khusus
1. Menjelaskan pengertian
Sindrom koroner akut.
2. Menjelaskan
etiologi sindrom koroner akut.
3. Menjelaskan
klasifikasi sindrom koroner akut.
4. Menjelaskan
patofiosiologi sindrom koroner akut.
5. Menjelaskan
manifestasi klinis sindrom koroner akut.
6. Menjelaskan
pemeriksaan diagnostic pasien sinndrom koroner akut.
7. Menjelaskan
penatalaksanaansindrom koroner akut.
8. Membuat
asuhan keperawatan pada pasien dengan sindromkoroner akut.
BAB
II
SINDROM
KORONER AKUT
2.1.
DEFINISI
Penyakit arteri
koroner adalah penyempitan atau penyumbatan arteri koroner, arteri yang
menyalurkan darah ke otot jantung.
(brunner & sudarth).
Penyakit
jantung koroner adalah penebalan dinding
dalam pembuluh darah jantung (pembuluh koroner), yang merupakan manifestasi
khusus aterosklerosis pada arteri koroner. (joanne & gloria, 1995).
Sindrom Koroner
Akut (SKA) adalah suatu istilah atau terminologi yang digunakan untuk
menggambarkan spektrum keadaan atau kumpulan proses penyakit yang meliputi
angina pektoris tidak stabil APTS (unstable angina/UA), infark miokard
gelombang non-Q atau infark miokard tanpa elevasi segmen ST (Non-ST elevation myocardial infarction/ NSTEMI), dan
infark miokard gelombang Q atau infark miokard dengan elevasi segmen ST
(ST elevation myocardial infarction/STEMI)
(Gambar 1). APTS dan NSTEMI mempunyai patogenesis dan presentasi klinik yang
sama, hanya berbeda dalam derajatnya. Bila ditemui petanda biokimia nekrosis
miokard (peningkatan troponin I, T, atau CK-MB) maka diagnosis adalah NSTEMI;
sedangkan bila petanda biokimia ini tidak meninggi, maka diagnosis adalah
APTS.
Sindrom koroner akut dapat
diklasifikasikan menjadi 3 jenis, yaitu :
1. Akut
ST-elevasi MI (STEMI)
STEMI terjadi
karena sumbatan yang komplit pada arteri koroner. Jika tidak dilakukan
pengobatan akan dapat menyebabkan kerusakan miokardium yang lebih jauh. Pada
fase akut pasien beresiko tinggi untuk mengalami fibrilasi ventrikel atau
takhikardi yang dapat menyebabkan kematian. Bantuan medis harus segera
dilakukan.
2. Non-ST-elevasi
MI (NSTEMI yang sering disebut dengan istilah nonQ-wave MI atau sub-endocardial
MI). Pada beberapa pasien
dengan NSTEMI, mereka memiliki resiko tinggi untuk terjadinya kemacetan
pembuluh darah koroner, yang dapat menyebabkan kerusakan miokardium yang lebih
luas dan aritmia yang dapat menyebabkan kematian. Resiko untuk terjadinya
sumbatan dapat terjadi pada beberapa jam pertama dan menghilang dalam seiring
dengan waktu.
3. Unstable
angina pectoris
angina tidak stabil
didefinisikan sebagai kejadian salah satu atau beberapa dari kejadian berikut:
a. Angina
yang terjadi pada periode waktu tertentu dari mulai beberapa hari dan meningkat
dalam serangan. Peningkatan itu disebabkan karena faktor pencetus yang lebih
sedikit atau kurang. Keadaan ini sering disebut sebagai crescendo angina.
b. Episode
kejadian angina sering berulang dan tidak dapat diprediksi. Angina tidak stabil
tidak pencetus karena olahraga tidak begitu jelas. Biasanya terjadi dalam waktu
pendek dan hilang dengan spontan atau dapat hilang sementara dengan cara minum
glyceryl trinitrate (GTN) sub lingual.
c. Tidak
ada pencetusnya dan nyeri dada yang memanjang. Tidak ada bukti adanya
myokardial infark.
2.2.
ETIOLOGI
Perhimpunan
Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia dalam Pedoman tentang Tata Laksana
Sindrom Koroner Akut Tanpa ST-ELEVASI (2004) menjelaskan tentang patogenesis SKA,
secara garis besar ada lima penyebab
yang tidak terpisah satu sama lain (Tabel 2). Dengan kata lain
penyebab-penyebab tersebut tidak berdiri sendiri, beberapa pasien mempunyai
lebih dari dua penyebab.
NO
|
PENYEBAB
APST/NSTEMI
|
1
|
Trombus tidak oklusif pada plak
yang sudah ada
|
2
|
Obstruksi dinamik (spasme koroner
atau vasokonstriksi)
|
3
|
Obstruksi mekanik yang
progresif
|
4
|
Inflamasi dan atau infeksi
|
TABEL
2 penyebab APTS / NSTEMI
Dalam empat
penyebab pertama, ketidakseimbangan oksigen terjadi terutama oleh karena suplai
oksigen ke miokard yang berkurang, sedangkan pada penyebab ke lima adalah
ketidakseimbangan terutama akibat meningkatnya kebutuhan oksigen miokard,
biasanya disertaiadanya keadaan kekurangan pasokan oksigen yang menetap.
2.2.1.
Trombus tidak oklusif pada plak yang sudah ada
Penyebab paling
sering SKA adalah penurunan perfusi miokard oleh karena penyempitan arteri
koroner sebagai akibat dari trombus yang
ada pada plak aterosklerosis yang robek/pecah dan biasanya tidak sampai
menyumbat.
Mikroemboli (emboli kecil) dari agregasi
trombosit beserta komponennya dari plak yang ruptur, yang mengakibatkan infark
kecil di distal, merupakan penyebab keluarnya petanda kerusakan miokard pada
banyak pasien.
2.2.2. Obstruksi dinamik
Penyebab yang agak jarang adalah obstruksi
dinamik, yang mungkin diakibatkan oleh spasme fokal / kejang yang terus menerus pada
segmen arteri koroner epikardium (angina prinzmetal). Spasme ini disebabkan
oleh hiperkontraktilitas otot polos pembuluh darah dan/atau akibat disfungsi
endotel. Obstruksi dinamik koroner dapat juga diakibatkan oleh konstriksi
abnormal pada pembuluh darah yang lebih kecil.
2.2.3. Obstruksi mekanik yang progresif
Penyebab ke tiga SKA adalah penyempitan yang
hebat namun bukan karena spasme atau trombus. Hal ini terjadi pada sejumlah
pasien dengan aterosklerosis progresif atau dengan stenosis ulang setelah
intervensi koroner perkutan (PCI).
2.2.4. Inflamasi dan/atau infeksi
Penyebab
ke empat adalah inflamasi, disebabkan oleh/yang berhubungan dengan infeksi,
yang mungkin menyebabkan penyempitan arteri, destabilisasi plak, ruptur dan
trombogenesis. Makrofag dan limfosit-T di dinding plak meningkatkan ekspresi
enzim seperti metaloproteinase, yang dapat mengakibatkan penipisan dan ruptur
plak, sehingga selanjutnya dapat mengakibatkan SKA.
Proses ini dapat
dipengaruhi oleh beberapa hal :
1.
Aktivitas fisik
yang berlebih ( tidak terkondisikan )
2.
Stres emosi,
terkejut.
3.
Udara dingin,
keadaan-keadaan tersebut ada hubunganya dengan peningkatan aktivitas simpatis
sehingga tekanan darah meningkat, frekuensi debar jantung meningkat, dan
kontraksi jantung meningkat.
Faktor
atau keadaan pencetus
Faktor
– faktor resiko penyakit jantung koroner dibagi dua yaitu faktor resiko yang
dapat dimodifikasi dan faktor resikoo yang tidak dapat dimodifikasi.
1.
Faktor resiko
yang dapat dimodifikasi antara lain :
a.
Hipertensi
b.
Diabetes
c.
Hiperkolesterolemia
d.
Merokok
e.
Kurang latihan
f.
Diet dengan
kadar lemak tinggi
g.
Obesitas
h.
Stres
2.
Faktor resiko
yang tidak dapat dimodifikasi antara lain :
a.
Riwayat PJK
dalam keluarga
b.
Usia diatas 45
tahun
c.
Jenis kelamin
laki-laki > perempuan
d.
Etnis tertentu
lebih besar resiko terkena PJK
2.3.
PATOGENESIS SINDROM KORONERIA AKUT
SKA merupakan
salah satu bentuk manifestasi klinis dari PJK akibat utama dari proses
aterotrombosis selain stroke iskemik serta
peripheral arterial disease (PAD). Aterotrombosis merupakan suatu
penyakit kronik dengan proses yang sangat komplek dan multifaktor serta saling
terkait.
Aterotrombosis
terdiri dari aterosklerosis dan trombosis. Aterosklerosis merupakan proses
pembentukan plak (plak aterosklerotik) akibat akumulasi beberapa bahan
seperti lipid-filled macrophages (foam
cells), massive extracellular lipid dan
plak fibrous yang mengandung sel otot polos dan kolagen. Perkembangan terkini
menjelaskan aterosklerosis adalah suatu proses inflamasi/infeksi, dimana
awalnya ditandai dengan adanya kelainan dini pada lapisan endotel, pembentukan
sel busa dan fatty streks,
pembentukan fibrous cups dan lesi lebih
lanjut, dan proses pecahnya plak aterosklerotik yang tidak stabil.
Perjalanan
proses aterosklerosis (initiation, progression dan complication pada plak aterosklerotik),
secara bertahap berjalan dari sejak usia muda bahkan dikatakan juga sejak usia
anak-anak sudah terbentuk bercak-bercak garis lemak (fatty streaks) pada
permukaan lapis dalam pembuluh darah, dan lambat-laun pada usia tua dapat
berkembang menjadi bercak sklerosis (plak atau kerak pada pembuluh darah)
sehingga terjadinya penyempitan dan/atau penyumbatan pembuluh darah. Kalau plak
tadi pecah, robek atau terjadi perdarahan subendotel, mulailah proses
trombogenik, yang menyumbat sebagian atau keseluruhan suatu pembuluh koroner.
Pada saat inilah muncul berbagai presentasi klinik seperti angina atau infark
miokard. Proses aterosklerosis ini dapat stabil, tetapi dapat juga tidak stabil
atau progresif.
Konsekuensi yang
dapat menyebabkan kematian adalah proses aterosklerosis yang bersifat tidak
stabil /progresif yang dikenal juga dengan SKA
Gambar
2. Perjalanan Proses Aterosklerosis
(Initiation, Progression dan Complication) Pada Plak Aterosklerosis
Patogenesis
terkini SKA menjelaskan, SKA disebabkan oleh obstruksi dan oklusi trombotik
pembuluh darah koroner, yang disebabkan oleh plak aterosklerosis yang
vulnerable mengalami erosi, fisur, atau ruptur. Penyebab utama SKA yang dipicu
oleh erosi, fisur, atau rupturnya plak aterosklerotik adalah karena terdapatnya
kondisi plak aterosklerotik yang tidak stabil (vulnerable atherosclerotic
plaques) dengan karakteristik; lipid core besar, fibrous cups tipis, dan bahu
plak (shoulder region of the plague) penuh dengan aktivitas sel-sel Inflamasi
seperti sel limfosit T dan lain-lain (Gambar 3). Tebalnya plak yang dapat
dilihat dengan persentase penyempitan pembuluh koroner pada pemeriksaan
angiografi koroner tidak berarti apa-apa selama plak tersebut dalam keadaan
stabil. Dengan kata lain, risiko terjadinya ruptur pada plak aterosklerosis
bukan ditentukan oleh besarnya plak (derajat penyempitan) tetapi oleh
kerentanan (vulnerability) plak.
Gambar
3. Karasteristik plak yang rentan /
tidak stabil
Erosi, fisur, atau ruptur plak
aterosklerosis (yang sudah ada dalam dinding arteri koronaria) mengeluarkan zat
vasoaktif (kolagen, inti lipid, makrofag dan
tissue factor) ke dalam aliran darah, merangsang agregasi dan adhesi
trombosit serta pembentukan fibrin, membentuk trombus atau proses trombosis.
Trombus yang terbentuk dapat menyebabkan oklusi koroner total atau subtotal.
Oklusi koroner berat yang terjadi akibat erosi atau ruptur pada plak
aterosklerosis yang relatif kecilakan menyebabkan angina pektoris tidak stabil
dan tidak sampai menimbulkan kematian jaringan.
Bila oklusi menyebabkan kematian
jaringan tetapi dapat diatasi oleh kolateral atau lisis trombus yang cepat
(spontan atau oleh tindakan trombolisis) maka akan timbul NSTEMI (tidak merusak
seluruh lapisan miokard). Trombus yang terjadi lebih persisten dan berlangsung
sampai lebih dari 1 jam. Bila oklusi menetap dan tidak dikompesasi oleh
kolateral maka keseluruhan lapisan miokard mengalami nekrosis (Q-wave
infarction), atau dikenal juga dengan STEMI.
2.3 MANIFESTASI
KLINIS
A. Nyeri
:
1)
Gejala utama adalah
nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus-menerus tidak mereda,
biasanya dirasakan diatas region sternal bawah dan abdomen bagian atas.
2)
Keparahan nyeri dapat
meningkat secara menetap sampai nyeri tidak tertahankan lagi.
3)
Nyeri tersebut sangat sakit, seperti
tertusuk-tusuk yang dapat menjalar ke bahu dan terus ke bawah menuju lengan
(biasanya lengan kiri).
4)
Nyeri mulai secara
spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau gangguan emosional), menetap
selama beberapa jam atau hari, dan tidak hilang dengan bantuan istirahat atau
nitrogliserin.
5)
Nyeri dapat menjalar ke
arah rahang dan leher.
6)
Nyeri sering disertai
dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis berat, pening atau kepala terasa
melayang dan mual muntah.
7)
Pasien dengan diabetes
melitus tidak akan mengalami nyeri yang hebat karena neuropati yang menyertai
diabetes dapat mengganggu neuroreseptor.
B. Pada
ACS dapat ditemukan juga sesak napas, diaphoresis, mual, dan nyeri epigastric.
C. Perubahan
tanda vital, seperti takikardi, takipnea, hipertensi, atau hipotensi, dan penurunan
saturasi oksigen (SAO 2) atau kelainan irama jantung.
2.4. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
EKG
STEMI
: Perubahan pada pasien dengan Infark Miokard Akut, meliputi : hiperakut T,
elevasi segmen ST yang diikuti dengan terbentuknya Q pathologis, terbentuknya
bundle branch block/ yang dianggap baru. Perubahan EKG berupa elevasi segment
ST ≥ 1 mm pada 2 sadapan yang berdekatan pada limb lead dan atau segment
elevasi ≥ 2 mm pada 2 sadapan chest lead.
NSTEMI
: Perubahan EKG berupa depresi segment ST ≥ 1 mm pada 2 sadapan yang berdekatan
pada limb lead dan atau segment depresi ≥ 2 mm pada 2 sadapan chest lead.
ENZIM
JANTUNG, YAITU :
CKMB
: dapat dideteksi 4-6 jam pasca infark, mencapai puncaknya pada 24 jam
pertama, kembali normal setelah 2-3 hari.
Troponin
T : spesifik untuk kerusakan otot jantung, dapat dideteksi 4-8 jam pasca infark
LDH
: dapat dideteksi 24-48 jam pasca infark, mencapai puncaknya setelah 3-6 hari,
normal setelah mencapai 8-14 hari.
ELEKTROLIT.
Ketidakseimbangan
dapat mempengaruhi konduksi dan kontraktilitas, misalnya hipokalemi,
hiperkalemi.
SEL
DARAH PUTIH
Leukosit
( 10.000 – 20.000 ) biasanya tampak pada hari ke-2 setelah IMA berhubungan
dengan proses inflamasi.
KECEPATAN
SEDIMENTASI
Meningkat
pada hari ke-2 dan ke-3 setelah IMA , menunjukkan inflamasi.
AGD
Dapat
menunjukkan hypoksia atau proses penyakit paru akut atau kronis.
KOLESTEROL
ATAU TRIGLISERIDA SERUM
Meningkat,
menunjukkan arteriosklerosis sebagai penyebab IMA.
RONTGEN
DADA
Mungkin
normal atau menunjukkan pembesaran jantung diduga GJK atau aneurisma
ventrikuler.
EKOKARDIOGRAM
Dilakukan
untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau dinding ventrikuler dan
konfigurasi atau fungsi katup.
PEMERIKSAAN
PENCITRAAN NUKLIR
Talium
: mengevaluasi aliran darah miokard dan status sel miokard misal lokasi atau
luasnya AMI.
Technetium
: terkumpul dalam sel iskemi di sekitar area nekrotik
PENCITRAAN
DARAH JANTUNG (MUGA)
Mengevaluasi
penampilan ventrikel khusus dan umum, gerakan dinding regional dan fraksi
ejeksi (aliran darah).
ANGIOGRAFI
KORONER
Menggambarkan
penyempitan atau sumbatan arteri koroner. Biasanya dilakukan sehubungan dengan
pengukuran tekanan serambi dan mengkaji fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi).
Prosedur tidak selalu dilakukan pad fase AMI kecuali mendekati bedah jantung
angioplasty atau emergensi.
NUKLEAR
MAGNETIC RESONANCE (NMR)
Memungkinkan
visualisasi aliran darah, serambi jantung atau katup ventrikel, lesivaskuler,
pembentukan plak, area nekrosis atau infark dan bekuan darah.
Tes
stress olah raga
Menentukan
respon kardiovaskuler terhadap aktifitas atau sering dilakukan sehubungan
dengan pencitraan talium pada fase penyembuhan.
Risiko yang lebih buruk pada pasien tnpa segment ST
elevasi lebih besar pada pasien dengan peningkatan nilai CKMB.
Tabel
5. Spektrum Klinis Sindrom Koroner
jenis
|
Nyeri dada
|
EKG
|
Enzim jantung
|
APTS
|
Angina pada waktu
istirahat/aktivitas ringan (CCS
III-IV). Cresendo angina. Hilang
dengan nitrat
|
Depresi segmen T
Inversi gelombang T
Tidak ada gelombang Q
|
Tidak meningkat
|
NSTEMI
|
Lebih berat dan lama (> 30
menit). Tidak hilang dengan
nitrat, perlu opium.
|
Depresi segmen ST
Inversi gelombang T
|
Meningkat minimal 2
kali nilai batas atas
normal
|
STEMI
|
Lebih berat dan lama (> 30
menit) tidak hilang dengan
nitrat, perlu opium
|
Hiperakut T
Elevasi segmen T
Gelombang Q
Inversi gelombang T
|
Meningkat minimal 2
kali nilai batas atas
normal
|
2.5 PENATALAKSANAAN MEDIS
1) Pasien
dianjurkan istirahat total
2) Pasien
puasa 4-6 jam, setelah pasien tidak ada keluhan nyeri dada dapat diit cair
3) Pasang
iv line dan infuse untuk pemberian obat-obatan intra vena
4) Atasi
nyeri, dengan :Morfin 2.5-5 mg iv atau pethidine 25-50 mg Lain-lain : Nitrat,
Calsium antagonis, dan Beta bloker
5) Oksigen
2-4 liter/menit secara nasal
kanul.
6) Sedatif
sedang seperti Diazepam per oral.
7) Antitrombotik
·
Antikoagulan (
Unfractional Heparin/ golongan Heparin atau Low Molecul Weight Heparin/
golongan Fraxiparin)
·
Antiplatelet ( golongan
Clopidogrel, Aspirin)
·
Streptokinase/
Trombolitik ( Pada pasien dengan Acute STEMI onset <3 jam)
·
Primary PCI ( Pada
pasien dengan Acute STEMI onset > 3 jam)
8)
Pemakaian alat
bantu Cardiac Resychronization Therapy ( CRP ) maupun pembedahan, pemasangan
ICD ( Intra Cardiac Defibrillator ) sebagai alat pencegahan mati mendadak pada
SKA akibat iskemia atau Noniskemia.
2.6 ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian:
1)
Identitas klien
2)
Keluhan (nyeri dada, Klien mengeluh nyeri ketika
beristirahat , terasa panas, di dada retro sternal menyebar ke
lengan kiri dan punggung kiri, skala nyeri 8 (skala 1-10), nyeri berlangsung ±
10 menit)
3)
Riwayat penyakit sekarang (Klien mengeluh nyeri ketika
beristirahat , terasa panas, di dada retro sternal menyebar ke
lengan kiri dan punggung kiri, skala nyeri 8 (skala 1-10), nyeri berlangsung ±
10 menit)
4)
Riwayat penyakit sebelumnya (DM, hipertensi, kebiasaan
merokok, pekerjaan, stress), dan Riwayat penyakit keluarga (jantung, DM,
hipertensi, ginjal).
b. Pemeriksaan
Fisik
1)
Tampilan umum
Pasien tampak pucat, berkeringat,
dan gelisah akibat aktivitas simpatis berlebihan. Pasien juga tampak sesak.
Demam derajat sedang ( < 38 C ) bisa timbul setelah 12-24 jam pasca infark.
2)
Denyut Nadi dan Tekanan Darah
Sinus Thacikardia ( 100-120x/mnt) terjadi pada
sepertiga pasien, biasa akan melambat dengan pemberian analgesic yang adekuat.
Denyut jantung yang rendah mengindikasikan adanya
sinus atau blok jantung sebagai komplikasi dari infark.
Peningkatan TD moderat merupakan akibat dari pelepasan
kotekolamin. Sedangkan jika terjadi hipotensi maka hal tersebut merupakan
akibat dari aktivitas vagus berlebih, dehidrasi, infark ventrikel kanan, atau
tanda dari syok kardiogenik.
3)
Pemeriksaan jantung
Terdengar bunyi jantung S4 dan S3, atau murmur. Bunyi
gesekan perikard jarang terdengar hingga hari kedua atau tiga atau lebih lama
lagi ( hingga 6 minggu ).
4)
Pemeriksaan paru
Ronkhi akhir pernafasan bisa terdengar, walau pun
mungkin tidak terdapat gambaran edema paru pada radiografi. Jika terdapat edema
paru, maka hal tersebut merupakan komplikasi infark luas, biasanya naterior.
c. Pemeriksaan
Penunjang:
1)
Perubahan EKG (berupa gambaran STEMI/ NSTEMI dengan
atau tanpa gelombang Q patologik).
·
Anterior elevasi segmen ST pada lead V3-V4, perubahan
respiokal (depresi ST) pada lead II, III, AVF.
·
Inferior elevasi segmen T pada lead II, III, AVF,
perubahan respiokal (depresi ST) V1-V6, I, AVL.
·
Lateral elevasi segmen ST pada I, AVL, V5-V6.
·
Posterior perubahan respiokal (depresi ST) pada II,
III, AVF, terutama gelombang R pada V1-V2.
2)
Tes Darah
Enzim jantung (meningkat paling sedikit 1,5 kali nilai
batas atas normal, terutama CKMB dan troponin-T /I, dimana troponin lebih
spesifik untuk nekrosis miokard. Nilai normal troponin ialah 0,1--0,2 ng/dl,
dan dianggap positif bila > 0,2 ng/dl).
3)
Pemeriksaan Radiologi Thorax
Tampak pembesaran volume jantung ( Cardiomegali ).
d. Diagnosa
Keperawatan dan Intervensi Keperawatan
Diagnosa keperawatan :
1)
Nyeri akut b.d
penurunan kemampuan kontraksi miocard iskemia
Tujuan :
Nyeri yang dialami klien dapat berkurang
Kriteria
hasil :
o Klien mengatakan nyeri dada hilang / terkontrol Skala
nyeri 1 dari (0-5)
o Klien dapat beristirahat, Rileks dan mudah bergerak
o Klien dapat mendemontrasikan tekhnik relaksasi
No
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Beri lingkungan
yang nyaman, tenang dan beri aktivitas perlahan
|
Menurunkan
rangsang eksternal dimana ansietas dan regangan jantung serta keterbatasan
kemampuan koping dan keputusan terhadap situasi saat ini
|
2
|
Bantu
melakukan teknik relaksasi misalnya nafas dalam, distraksi, visualisasi,
bimbingan imajinasi
|
Membantu dalam
menurunkan respon nyeri
|
3
|
Beri oksigen
sesuai kebutuhan dan indikasi
|
Meningkatkan
jumlah oksigen yang ada untuk pemakaian miokardia dan juga mengurangi ketidak
nyamanan sehubungan dengan iskemia jaringan.
|
4
|
Beri therapy
sesuai indikasi
|
Untuk
mengontrol nyeri dan meningkatkan ketenangan pasien agar proses penyembuhan
cepat.
|
2)
Intoleransi
Aktivitas b.d ketidakseimbangan suplai O2 dan CO2 sesuai kebutuhan
Tujuan :
Aktivitas klien madiri
Kriteria :
o Klien mampu aktif dalam memulai dan memelihara
aktifitas
o Klien mampu beraktivitas secara mandiri
No
|
Intervensi
|
rasional
|
1
|
Anjurkan pasien menghindari peningkatan tekanan
abdomen misalnya mengejan pada saat defekasi
|
Aktivitas yang memerlukan menahan nafas dan menunduk
( maneuver valsava) dapat mengakibatkan bradikardia juga menurunkan curah
jantung dan takikardia dengan peningkatan tekanan darah.
|
2
|
Latih klien untuk menerapkan pola peningkatan
bertahap dari tinggkat aktivitas, seperti bangun dari tempat tidur, ambulasi
dan istirahat 1 jam setelah tidur.
|
Aktivitas yang meningkat dapat memberikan control
jantung, meningkatkan regangan dan mencegah aktivitas berlebih.
|
3
|
Kolaborasi dengan pihak rehabilitasi jantung
|
Memberikan pengawasan proses penyembuhan.
|
Demikian artikel mengenai Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Sindrom Koroner Akut, semoga artikel ini
dapat bermanfaat dan memberikan wawasan baru dalam memberikan asuhan
keperawatan. Tidak lupa penulis mengajak para pengunjung nursipedia untuk
berdiskusi di kolom komentar serta Jangan lupa untuk like dan kunjungi fan page
kami di Blog Keperawatan untuk mendapatkan info seputar keperawatan
0 Response to "Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Sindrom Koroner Akut"
Posting Komentar